PANTAK: Ria
Kambe sedang membaca mantra mengunakan bahasa Kanayatn. Sesekali, tangannya
memjumput beras kuning dan melemparkannya ke area pantak.
Sekilas, deretan patung
menyerupai manusia itu seperti ukiran patung pada umumnya. Namun siapa sangka,
jika 32 figuratif yang terbuat dari kayu ulin itu sangat sakral bagi komunitas
Dayak Kanayatn di Kabupaten Landak. Bukan saja dikeramatkan, pantak di Desa
Bagak, Kecamatan Menyuke, itu menjadi pusat ritual, tempat berdoa meminta
keselamatan, dan kemakmuran.
Sejumlah
persyaratan ritual sudah siap untuk dipersembahkan: telur mentah, beras lemang,
seekor ayam jantan, dua batang lemang. Semuanya ditempatkan di atas
piringan tembaga tebal. Dan satu lagi, sebuah alat peraga yang terbuat dari
sebatang bambu yang dikuliti sedemikian rupa, hingga tampak seratnya. Pabayo,
begitu sebutannya. Alat peraga ini, pasti dibuat dalam setiap kali akan
melakukan ritual adat. Bisa dibilang, pabayo ini lambang khusus Dayak Kanayatn.
Sebagai simbol penyambutan terhadap kehadiran Jubata. Menurut sejarah, dalam setiap
rautan memiliki makna tersendiri, begitu juga dengan tingkatannya. Pabayo ini
nantinya, akan ditancapkan ke tanah di tempat acara ritual akan dilaksanakan. Setelah
semua syarat terkumpul, kami duduk sama rendah di atas tikar anyaman pandan.
Menunggu lantunan doa berbahasa Kanayant dipanjatkan. Mengenakan baju
kebesaran, Ria Kambe’ mulai membaca lantunan doa. Mulutnya komat-kamit.
Intonasinya cepat. Sementara kedua tangannya, memukul Baliukng (besi sejenis
kapak) dengan ritme yang sama. Sesekali, tangannya juga menebarkan beras ke
area pantak. Setelah
menebarnya, ia kemudian berdiri dan menjumput beras. Lalu mengitari pantak satu
persatu. Tangannya yang sudah menua itu, terlihat cekatan. Menggunakan ikat
kepala, beras yang dijumputnya itu juga sesekali diletakkan di dahinya. Ritual belum selesai sampai di situ. Juru kunci juga punya asisten yang
bertugas menyediakan setiap permintaan. Masih seperti sejumput butiran beras.
Namun kali
ini, mediasinya perantara ayam jantan, yang juga mengitari area pantak. Sebelumakhirnya
disembelih, dan darahnya diambil untuk digunakan dalam
prosesi ritual selanjutnya. Selain darah ayam, bulunya juga digunakan dalam
ritual. Bulu yang sudah dicabut beberapa helai, langsung ditancapkan di sebuah
pabayo.
Pantak begitu sebutannya. Wujudnya seperti ukiran
patung yang terbuat dari kayu belian. Bentuknya sudah tak lagi sempurna, sebab
usianya sudah ratusan tahun lamanya. Pantak bisa juga diartikan patung
penghargaan terhadap pahlawan di masa lalu, yang sudah berjasa besar terhadap
masyarakat. Roh-roh para panglima, pembesar, maupun tetua Suku Dayak yang
memiliki keahlian di masanya, pada saat meninggal rohnya di pindahkan ke media
patung, melalui sebuah upacara khusus. Dan patung itu hingga kini, dilekatkan
namanya menjadi pantak. Hal ini, diyakini rohnya akan tetap hidup
selamanya.
Pantak umumnya terbuat dari kayu ulin, yang dipahat
sedemikian rupa menyerupai manusia pada umumnya. Namun ada juga yang
berbentuk batu. Ukurannya, juga relatif: yang paling kecil, seukuran betis
orang dewasa. Sementara yang paling besar, bisa sampai setengah meter, bahkan
lebih. Dengan diameter 20-30 cm.
Ada 32 pantak di Desa Bagak yang masing-masing
mempunyai nama-nama sendiri. Di sekitar lokasi pantak, biasanya diberi pondok,
bisa juga pagar beton. Masing-masing dipercaya punya roh yang menunggunya dan
mempunyai keahlian masing-masing. Bagi Dayak Kanayant, pantak memiliki arti
penting: “Gerejanya Dayak”. Sebab, di sinilah pusat ritual, tempat berdoa
meminta keselamatan, dan kemakmuran.
Pama, cikal bakal lahirnya pantak. Pama sendiri
diartikan sebagai berkat, yaitu kekuatan yang memberi keuntungan. Pama
hanya dimiliki orang besar dan juga pengayau yang berhasil. Jika orang itu
meninggal, pama dipindah ke pantak.
Menurut penuturan Ria Kambe’, jejeran pantak yang saat
ini masih berdiri di Dusun Bagak, sudah berusia hampir 800 tahun. Dia menyebut,
keberadaanya sudah ada sejak zaman batu.
“Tahun 612, sebelum masehi sudah ada pantak batu.
Pantak ini, sudah 11 keturunan. Hitung saja, rata-rata satu keturunan usianya
70 tahun, sudah berapa. Pantak ini, namanya pantak gasoh, jumlahnya ada 32 dan
semuanya dihuni (roh),” kata Ria Kambek belum lama ini.
Keberadaan pantak selain dianggap sebagai tempat
ritual yang di sucikan, juga dipercaya untuk menjaga keselamatan kampung.
“Pantak ini, tempat nenek moyang kami berdoa. Di sini bukan hanya orang kampung
saja yang meminta. Pejabat seperti bupati dan lainnya, juga pernah meminta di
sini. Sebelum ada tentara, polisi, dialah (pantak) yang jaga keamanan, keselamatan
kampung ini,” ungkapnya, “Pantak di sini, istilahnya gereja besar kita, bagi
orang Dayak. Karena ini, bisa tersebar ke anak kita,” sebutnya.Usai ritual,
juru kunci kembali berdoa untuk keselamatan dan keberkahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar